Monday, October 8, 2012

Penyebab Anxiety (Kecemasan) dan Gangguan lainnya



     Faktor Penyebab Anxietas 
            Faktor-Faktor Kognitif
Fokus dari perspektif kognitif adalah pada peran dari cara pikir yang terdistorsi dan disfungsional yang mungkin memegang peran pada pengembangan gangguan-gangguan kecemasan. Marilah kita perhatikan beberapa gaya berpikir yang oleh para peneliti dikaitkan dengan gangguan-gangguan kecemasan.
-          Prediksi Berlebihan terhadap Rasa Takut
Orang dengan gangguan-gangguan kecemasan sering kali memprediksi secara berlebihan tentang seberapa besar ketakutan atau kecemasan yang akan mereka alami dalam situasi-situasi pembangkit-kecemasan (Rachman, 1994).  Orang dengan fobia ular, misalnya, mungkin berharap akan gemetar ketika berhadapan dengan seekor ular. Orang dengan fobia dental (berhubungan dengan ke dokter gigi) cenderung untuk mempunyai harapan  
-         -     Keyakinan-keyakinan yang self-defeating atau irasional
-          Sensitivitas berlebihan terhadap ancaman
-          Sensitivitas kecemasan
-          Salah atribusi dari sinyal-sinyal tubuh
-          Self-efficacy yang rendah

      -     Faktor-Faktor Biologis dalam Gangguan Kecemasan
Bukti-bukti makin bertambah mengenai pentingnya faktor-faktor biologis pada gangguan-gangguan kecemasan – faktor-faktor seperti hereditas dan ketidakseimbangan biokimia di otak.

-          Faktor-Faktor Genetis
Faktor-faktor genetis tampak mempunyai peran penting dalam perkembangan gangguan-gangguan kecemasan, termasuk gangguan panik, gangguan kecemasan menyeluruh, gangguan obsesif-kompulsif, dan gangguan-gangguan fobia (APA, 2000; Gorman dkk., 2000; Hetterna, Neale & Kendler, 2001; Kendler dkk., 2001). Peneliti juga telah mengaitkan suatu gen dengan neurotisisme (neuroticism), suatu trait kepribadian yang mungkin mendasari kemudahan untuk berkembangnya gangguan-gangguan kecemasan (Begley, 1998).

-          Neurotransmitter
Sejumlah neurotransmitter berpengaruh pada reaksi kecemasan, termasuk gamma-aminobutyric acid (GABA). GABA adalah neurotransmitter yang inhibitori, yang berarti meredakan aktivitas berlebih dari sistem saraf dan membantu untuk meredam respons-respons stress (USDHHS, 1999a). Bila aksi GABA tidak adekuat, neuron-neuron dapat berfungsi berlebihan, kemungkinan menyebabkan kejang-kejang. Dalam kasus yang kurang dramatis, aksi GABA yang kurang adekuat dapat meningkatkan keadaan kecemasan. 

Aspek-Aspek Biokimia pada Gangguan Panik
 Komponen fisik yang kuat pada gangguan panik telah membawa beberapa teoritikus untuk berspekulasi bahwa serangan-serangan panik mempunyai dasar biologis, kemungkinan melibatkan sistem alarm yang disfungsional di otak (Glass, 2000). Psikiater Donald Klein (1994) mempunyai pendapat bahwa kerusakan dalam sistem alarm respiratori otak menyebabkan individu-individu yang mudah panik cenderung untuk menunjukkan reaksi tubuh yang berlebihan terhadap sinyal-sinyal kekurangan udara (suffocation) yang barangkali terjadi karena ada sedikit perubahan pada taraf karbon dioksida dalam darah. Menurut model Klien, sinyal kekurangan udara yang berasal dari hiperventilasi atau penyebab lainnya memicu suatu alarm respiratori, yang lalu memproduksi aliran sensasi yang melibatkan serangan panik klasik : nafas pendek, sensasi tercekik, pusing tujuh keliling, seperti mau pingsan, peingkatan denyut jantung atau palpitasi (jantung berdebar-debar), gemetaran, sensasi panas dingin, dan perasaan mual. 

·         Aspek-Aspek Biologis dari Gangguan Obsesif-Kompulsif
Model biologi lain yan akhir-akhir ini mendapat perhatian mengatakan bahwa gangguan obsesif-kompulsif dapat melibatkan keterangsangan yang meninggi dari apa yang disebut sebagai sirkuit cemas (worry circuit), suatu jaringan neural di otak yang ikut serta dalam member sinyal bahaya. Pada OCD, otak dapat secara konstan mengirim pesan bahwa ada sesuatu yang salah dan memerlukan perhatian segera, hal ini membawa kepada pikiran-pikiran kecemasan obsesional dan tingkah laku kompulsif repetitif. Sirkuit cemas ini menginkorporasi bagian-bagian dari sistem limbik, suatu set dari struktur yang terletak di bawah korteks serebral yang memegang peranan kunci dalam formasi memori dan pemrosesan respons emosional. Satu struktur dalam sistem limbik, amygdale yang berbentuk almond, bekerja seperti semacam “computer emosional” dalam mengevaluasi stimuli dalam hal apakah stimuli tersebut mempresentasi suatu ancaman/bahaya atau tidak (avidson, 2000; Ohman & Mineka, 2001).
Ø  Faktor Sosial dan Lingkungan
-            Pemaparan terhadap peristiwa yang mengancam atau traumatis
-            Mengamati respon takut pada orang lain
-            Kurangnya dukungan sosial
Ø  Faktor Behavioral
-            Pemasangan stimuli, aversif, dan stimuli yang sebelumnya netral (classical conditioning).
-            Kelegaan dari kecemasan karena melakukan ritual kompulsif atau menghindari stimuli fobik (operant conditioning)
-            Kurangnya kesempatan untuk pemunahan (extintion) karena penghindaran terhadap objek atau situasi yang ditakuti.

1.7 Penanganan
Ø  Pendekatan-Pendekatan Psikodinamika
Dari perspektif psikodinamika, kecemasan merefleksikan energi yang dilekatkan kepada konflik-konflik tak sadar dan usaha ego untuk membiarkannya terepresi. Terapis psikodinamika yang lebih modern juga menyadarkan klien mengenai sumber-sumber konflik yang berasal dari dalam. Terapis semacam ini lebih pendek waktu terapinya dan lebih direktif dibandingkan dengan psikoanalis tradisional. Meskipun terapis-terapis psikodinamika barangkali terbukti membantu dalam menangani gangguan-gangguan kecemasan, bukti empiris ekstensif yang membuktikan efektivitas mereka tidaklah mencukupi (USDHHS, 1999a).

Ø  Pendekatan –Pendekata Humanistik
Para teoritikus humanistic percaya bahwa banyak dari kecemasan kita yang berasal dari represi sosial diri kita yang sesungguhnya. Kecemasan terjadi bila ketidakselarasan antara inner self seseorang yang sesungguhnya dan kedok sosialnya mendekat ke taraf kesadaran.  Orang merasakan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi, tetapi tidak mampu untuk mengatakan apa itu karena bagian diri yang tidak diakui tidak secara langsung diekspresikan dalam kesadaran. Dengan demikian terapis-terapis humanistic bertujuan membantu orang untuk memahami dan mengekspresikan bakat-bakat serta perasaan-perasaan mereka yang sesungguhnya.

Ø  Pendekatan-Pendekatan Biologis
Berbagai variasi obat-obatan dipakai untuk mengobati gangguan-gangguan kecemasan. Diantara obat-obat yang dipakai adalah obat penenang ringan seperti dari golongan benzodiazepine Valium (nama generic, diazepam) dan Xanax (alprazolam). Meskipun benzodiazepine mempuyai efek menenangkan, tetapi dapat mengakibatkan dependesi fisik (adiksi) (USDHHS, 1999a). Orang-orang yang menjadi tergantung kepadanya dapat mengalami serangkaian sintom putus zat bila mereka berhenti menggunakannya dengan tiba-tiba, misalnya mengalami lagi simtom-simtom kecemasan, insomnia, dan kegelisahan.

Ø  Pendekatan-Pendekatan Belajar
Cukup banyak hasil riset yang mendemonstrasikan efektivitas dari pendekatan-pendekatan belajar alam menangani serangkaian gangguan-gangguan kecemasan (USDHHS, 1999a). Yang menjadi inti dari pendekatan-pendekatan ini adalah usaha untuk membantu imdividu-individu menjadi lebih efektif dalam menghadapi objek-objek atau situasi-situasi yang menimbulkan ketakutan dan kecemasan.

2.        Gangguan Somatoform
Gangguan somatoform berasal dari kata ‘soma’ dalam bahasa Yunani yang berarti ‘tumbuh’. Gangguan somatoform ditandai dengan keluhan tentang masalah atau gejala fisik  yang tidak dapat dijelaskan oleh penyebab kerusakan fisik.  Terdapat dua jenis gangguan somatoform, yaitu hipokondriasis (hypochondriasis) dan gangguan konversi (conversion).

2.1 Gangguan Konversi
Gangguan konversi adalah sebuah tipe gangguan somatoform yang ditandai oleh kehilangan fungsi fisik namun tidak ada penyebab organis yang jelas. Simtom fisik itu biasanya timbul tiba-tiba dalam situasi yang penuh tekanan.

2.2 Gangguan Hipokondriasis
          Gangguan hipokondriasis adalah ketakutan seseorang akan simtom fisik yang dialaminya merupakian akibat dari suatu penyakit serius yang mendasarinya. Biasanya seorang hipokondriasis pergi dari satu dokter ke dokter lain mencari dokter yang akhirnya akan mendiagnosis penyakit yang mereka yakini menjadi penyebab dari gejala-gejala yang mereka alami. Orang dengan hipokondriasis tidak secara sadar berpura-pura akan simtom fisiknya. Mereka seringkali melibatkan sistem pencernaan atau campuran antara rasa sakit dan nyeri.

2.3    Faktor Penyebab Somatoform
Ø Faktor biologis: Kemungkinan pengaruh genetis (gangguan somatisasi).
Ø Faktor lingkungan sosial: sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung, seperti “peran sakit”, yang dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform
Ø Faktor perilaku:          
-          Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari situasi yang tidak nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan sekunder).
-          Adanya reinforcement (perhatian) untuk menampilkan “peran sakit”.
-          Perilaku konpulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau gangguan disformik tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang diasosiasikan dengan keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan atau kerusakan fisik yang dipersepsikan.
Ø  Faktor emosi dan kognitif :
-            Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simtom fisik sebagai tanda dari adanya penyakit serius (hipokondriasis)
-            Dalam teori Freudian tradisional, energy psikis yang terpotong dari impuls-impuls yang tidak dapat diterima dikonversikan kedalam simtom fisik (gangguan konversi)
-            Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin merupakan suatu strategi self-handicapping (hipokondriasis)

2.4    Penanganan
Penanganan biasanya melibatkan terapi psikodinamika atau kognitif-behavioral.
Ø  Penanganan biomedis : penggunaan anti depresan yang terbatas dalam menangani hipokondriasis
Ø  Terapi kognitif-behavioral : dapat berfokus pada menghilangkan sumber-sumber reinforcement sekunder (keuntungan sekunder), memperbaiki perkembangan keterampilan coping untuk mengatasi stress, dan memperbaiki keyakinan yang berlebihan atau terdistorsi mengenai kesehatan atau penampilan seseorang.
Ø  Terapi psikodinamika: terapi psikodinamika atau yang berorientasi terhadap pemahaman dapat ditujukan untuk mengidentifikasi dan mengenali konflik-konflik tidak sadar yang mendasarinya.


3 Gangguan Disosiatif
       Gangguan disosiatif adalah sebuah kelompok gangguan yang di tandai oleh suatu kekacauan atau disosiasi dari fungsi identitas, ingatan, atau kesadaran. Gangguan disosiatif terbagi menjadi tiga, yaitu: amnesia disosiatif, fugue disosiatif dan multiple disorder.

3.1 Amnesia
            Amnesia diambil dari bahasa Yunani a- yang berarti tanpa dan mnasthai yang berarti untuk diingat.
            Amnesia disosiatif merupakan suatu gangguan dimana seseorang mengalami kehilangan ingatan tanpa sebab organis yang dapat teridentifikasi. Orang yang menderita penyakit initidak mampu menyebutkan kembali informasi pribadi yang penting, biasanya melibatkan pengalaman yang traumatis atau penuh tekanan, dalam bentuk yang tidak dapat dianggap sebagai lupa biasa. Ingatan yang hilang pada penderita amnesia disosiatif dapat kembali, meski gangguan ini bisa berlangsung selama beberapa hari, minggu, atau bahkan beberapa tahun.

3.2 Fugue
Fugue berasal dari bahasa Latin fugere, yang berarti melarikan diri. Fugue disosiatif merupakan suatu gangguan disosiatif di mana seseorang tiba-tiba pergi dari lingkup kehidupannya, melakukan perjalanan ke lokasi baru, mengasumsikan identitas baru, dan mengalami amnesia untuk hal-hal pribadi. Gangguan fugue ini seringkali muncul dalam masa perang, atau terbangkitkan karena adanya bencana maupun peristiwa lain yang sangat menekan. Hal ini untuk melindungi seseorang dari ingatan traumatis atau sumber pengalaman maupun konflik lain yang menyakitkan secara emosi.

3.3 Multiple Disorder
            Multiple disorder termasuk gangguan disosiatif dimana seseorang memiliki dua atau lebih kepribadian yang berbeda atau kepribadian pengganti (alter). Mereka bisa sadar atau tidak sadar akan keberadaan satu dan yang lainnya.

3.4  Faktor Penyebab Disosiatif
Ø  Faktor biologis: Penyebabnya tidak diketahui
Ø  Faktor Lingkungan sosial:
·      Penyiksaan fisik atau seksual di masa kecil  (pada  gangguan identitas disosiatif)
·      Pengalaman traumatis lain, seperti trauma peperangan (pada amnesia disosiatif dan fugue disosiatif)
Ø  Faktor behavioral :  kemungkinan adanya reinforcement (perhatian) untuk menampilkan peran  sosial dari kepribadian ganda.
Ø  Faktor emosional dan kognitif : terbebas dari kecemasan dengan memisahkan diri (mendisosiasi) secara psikologis dari emosi atau ingatan yang mengganggu.

3.5 Penanganan
Gangguan identitas disosiatif tetap meupakan tantangan bagi sejumlah penanganan, amnesia disosiatif dan fugue disosiatif cenderung terselesaikan dengan sendirinya. Relative jarangnya gangguan ini muncul telah membatasi usaha untuk membuat penelitian terkontrol terhadap terapi lain.

·         Penanganan biomedis: terapi obat (tipe antidepresan-SSRI) dapat membantumenangani gangguan depersonalisasi.
·         Terapi Psikodinamika : Untuk gangguan identitas disosiatif, terapi psikoanalitik dapat digunakan untuk mendapatkan integrasi kembali dari kepribadian.

4.         Gangguan Mood
          Mood adalah kondisi perasaan yang terus ada yang mewarnai kehidupan psikologis kita. Ganggungan mood adalah suatu tipe gangguan yang ditandai dengan gangguan pada mood. Gangguan mood  terbagi menjadi dua, yaitu gangguan-gangguan mayor dan gangguan bipolar.

4.1 Gangguan Mayor
          Gangguan mayor adalah suatu gangguan mood yang parah yang ditandai oleh episode-episode depresi mayor tanpa adanya riwayat episode manik (manic) atau hipomanik (hypomanic). Dalam episode depresi mayor, orang tersebut mengalami salah satu diantara mood depresi (merasa sedih, putus asa, atau terpuruk) atau kehilangan minat atau rasa senang dalam semua atau berbagai aktivitas untuk periode waktu paling sedikit 2 minggu.

4.2 Gangguan Bipolar
            Gangguan bipolar adalah gangguan mood (suasana perasaan) yang dikarakteristikan dengan episode depresi dan manik atau hipomanik. Dahulu gangguan ini dikenal sebagai “manic-depressive illness.” Pada awalnya antara skizofrenia dengan gangguan bipolar saling bertumpang tindih dalam penegakan diagnosisnya namun kemudian diberi batasan yang jelas oleh Emil Kraeplin, seorang psikiater Austria.
Depresi adalah suatu kondisi suasana perasaan yang menetap sedih dalam jangka waktu panjang. Sedangkan pada kondisi manik atau hipomanik terdapat suatu kondisi suasana perasaan yang berkebalikan dengan depresi di mana terdapat suatu suasana perasaan yang gembira secara berlebih-lebihan, meluas, atau iritable (mudah menjadi marah). Kondisi mood yang meningkat ini akan menyebabkan perubahan pada diri pasien meliputi peningkatan energi, gangguan tidur, gangguan makan, rasa percaya diri yang berlebihan, waham kebesaran, kontrol impuls yang buruk, hingga perilaku agresi dan tanpa perhitungan. Hipomanik adalah kondisi mood yang menyerupai manik namun dalam derajat lebih ringan. Episode manik harus berlangsung sekurangnya 1 minggu, sedangkan episode hipomanik berlangsung sekurangnya 4 hari.

4.3    Faktor Penyebab Gangguan Mood
Ø Faktor biologis:
-          Predisposisi genetis
-          Fungsi neurotransmitter  yang terganggu
-          Abnormalitas pada bagian otak yang mengatur kondisi mood
-          Keterlibatan system endoktrin yang memungkinkan dalam kondisi mood
Ø Faktor sosial-lingkungan: peristiwa hidup yang penuh tekanan, seperti kehilangan seseorang yang dicintai atau lama menganggur
Ø Faktor behavioral:
-            Kurangnya reinforcement
-            Interaksi yang negative dengan orang lain, menghasilkan penolakan
Ø  Faktor emosional dan kognitif:
-            Dalam teori psikoanalisis klasik, kemarahan diarahkan kedalam
-            Kesulitan emosional dalam melakukan coping atas kehilangan orang yang dikasihi
-            Kurangnya makan atau tujuan dalam kehidupan
-            Cara berfikir yang bias atau terdistorsi secara negative, atau suatu gaya atribusional yang cenderung depresi

4.4    Penanganan
       Penanganan dapat mencakup satua tau lebih pendekatan tarapeutik
Ø  Penanganan biomedis:
-          Obat-obatan anti depresan (tricyclic, MAO inhibitor, SSRIs) untuk mengontrol simtom-simtom depresi dengan mempengaruhi ketersediaan neurotransmitter dalam otak
-          Litium atau obat-obatan anti konvulsan untuk menstabilisasi mood pada pasien bipolar
-          Terapi elektrokonvulsif (ECT) dalam kasus-kasus depresi berat
-          Fototerapi untuk gangguan afektif musiman
Ø Terapi kognitif- behavioral: untuk membantu klien memperbaiki cara berpikir yang terdistorsi, mengembangkan respons coping yang lebih efektif, dan menambah tingkat reinforcement positif
Ø  Terapi Interpersonal: untuk menyelesaikan masalah interpersonal dan reaksi duka yang terus menerus.

5. Skizofrenia
            Skizofrenia merupakan kelompok gangguan psikosis atau psikotik yang ditandai terutama oleh distorsi-distorsi mengenai realitas, juga seringa ada perilaku menarik diri dari interaksi sosial, serta disorganisasi dan fragmentasi dalam hal persepsi, pikiran dan kognisi ( Carson dan Bucher, 1992).

5.1       Ciri ciri klinis skizofrenia
Gambaran klinis orang yang mengidap skizofrenia didominasi oleh seclusiveness (perasaan kurang hangat), minatnya makin lama makin melemah terhadap dunia lingkungannya, dan melamun yang berlebihan serta blunting of affect (tidak adanya responsivitas emosional). Dan pada akhirnya respon yang tidak selaras atau ringan saja yang tampil, misalnya tidak begitu peduli terhadap property sosial ( barang-barang umum milik masyarakat).
Ada dua tipe simtom skizofrenia, yaitu: negatif simtom dan positif simtom. Yang dimaksud dengan negative simtom yaitu kurangnya atau tidak adanya perilaku yang biasanya ditampilkan oleh orang-orang normal pada umumnya.
negative simtom skizofrenia meliputi  affective flattening, alogia, dan avoilition.
·         Affective flattening adalah berbagai bentuk reduksi (penurunan atau pengurangan), atau bahkan sama sekali hilangnya respons-respons afektif terhadap lingkungan, terganggu dalama menampilkan reaksi-reaksi emosinya.
·         Alogia atau kemiskinan bicara adalah pengurangan atau penurunan (reduksi) bicara. Kurang atau kerusakan berbicara orang tersebut mungkin menggambarkan kekurangan atau kerusakan dalam berpikir, meskipun hal itu mungkin untuk sebagian orang disebabkan oleh kurangnya motivasi berbicara.
·         Avolition adalah ketidakmampuan untuk bertahan pada saat-sat biasa, atas aktivitas yang mengarah pada pencapaian tujuan, termasuk dalam bekerja, sekolah dan di rumah.
Sedangkan, yang dimaksud dengan positif simtom merupakan simtom-simtom yang berupa “tambahan” terhadap pola-pola perilaku orang-orang pada umumnya, seperti lonjakan emosional yang kuat, agitasi motorik, interpretasi kejadian-kejadian yang salah atau menyimpang dan delusional. Dan apabila ia melihat sesuatu kejadian nyata, ia tidak mengintrepetasikan kejadian tersebut sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Positif simtom skizofrenia meliputi delusi, halusinasi, disorganisasi pikiran, dan pembicaraan serta disorganisasi perilaku atau perilaku katatonik.
·         Delusi merupakan gagasan (idea) atau pendapat bahwa seorang individu meyakini suatu kebenaran, yang kemungkinan besar bahkan hamper pasti, jelas, tidak mungkin. Seperti keyakinan akan menang lotre. Terdapat enam tipe delusi, yaitu delusi yang bersifat penyiksaan (persecutory), referensi (refenrent), kebesaran (grandiose), dan insersi pikiran (thought insertion).
·         Halusinasi adalah gejala dimana seseorang melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Hoeksema membagi halusinasi kepada beberapa  bagian, diantaranya halusinasi pendengaran, halusinasi perabaan, halusinasi dan somatic.
·         Disorganisasi pikiran dan pembicaraan yaitu kecenderungan untuk melompat dari suatu topic lain yang Nampak jelas sekali tidak berhubungan, melalui peralihan yang sedikit sekali masuk akal, sering juga disebut sebagai kehilangan asoaiasi atau keluar dari rel berpikir.
·         Disorganisasi perilaku atau tingkahlaku katatonik ditandai dengan seringnya pengidap skizofrenia membuat orang lain menjadi takut kepada mereka, bisa dengan cara menunjukan agitasi yang tidak dapat diprediksikan dan jelas sekali tanpa pemicu. Seperti berteriak secara tiba-tiba, menyumpah-nyumpah, atau berjalan maju mundur dengan cepat dijalanan.

5.2 Jenis-Jenis Skizofernia
Ada lima tipe skizofrenia,yaitu:  tipe undifferentiated, tipe paranoid, tipe katatonik, tipe disorganisasi, dan tipe residual.
Ø  Tipe Undifferentiated
Tipe undifferentiated merupakan tipe skizofrenia yang menampilkan perubahan pola simtom-simtom yang cepat menyangkut semua indicator skizofrenia. Misalnya, indikasi yang sangat ruwet, kebingungan, emosi yang tidak dapat dipegang karena berubah-berubah, adanya delusi, referensi yang berubah-ubah atau salah, autism seperti mimpi, depresi, dan sewaktu-waktu juga ada fase yang menunjukan ketakutan.
Ø  Tipe Paranoid
Simtom-simtom tipe gangguan skizofrenia ini ditandai oleh adanya pikiran pikiran yang absurd (tidak ada pegangannya), tidak logis, dan delusi yang berganti-ganti. Sering juga diikuti halusinasi, dengan akibat kelemahan penilaian kritisnya dan aneh tidak menentu, tidak dapat diduga, dan kadang-kadang berperilaku berbahaya.
Ø  Tipe Katatonik
Tipe katatonik ditandai oleh adanya withdrawl (penarikan diri) dari lingkungan yang bersifat ekstrim, sehingga dia tidak kenal lagi dengan lingkungan dunianya. Yang paling terkenal yaitu adalah gerakan diam untuk jangka panjang.
Ø  Tipe Disorganisasi
Skizofrenia tipe disorganisasi ini biasanya muncul pada usia muda dan lebiha wal jika dibandingkan dengan tipe yang lainnya. Pengidap skizofrenia tipe ini ditandai dengan hati-hati yang berlebihan mengenai hal-hal yang sepele dan terpreokupasi oleh masalah-masalah religious dan filosofis, penderita terus menerus memikirkan keburukan, disaat yang lain sedang bersenang-senang dengan permainan dan aktivitas sosial yang normal sedangkan penderita secara gradual menjadi lebih seklusif dan dikuasai fantsi-fantasi, tersenyum tolol dan tidak wajar, tertawa keras pada situasi yang tidak lucu, dan lain sebagaingnya.
Ø  Tipe Residual
Tipe ini merupakan kategori bagi mereka yang dianggap telah lepas dari skizofrenia etapi masih memperlihatkan beberapa tanda gangguannya itu. Paling sedikit mereka memiliki satu episode akut dari positif simtom.

5.3  Faktor Penyebab Skizofrenia
1.        faktor-faktor biologis
Dalam faktor biologis ini terdapat empat faktor penting, ialah faktor keturunan, faktor biokimiawi, faktor faal syaraf,dan faktor anatomi syaraf.
Faktor-faktor diatas dipengaruhi oleh kontribusi gen terhadap skizofrenia, studi anak kembar, struktur otak abnormal, pembesaran ventrikel, korteks frontan dan area kunci lainnya, faktor anatomis neuron, komplikasi kelahiran,kejangkitan virus selama prenatal, dan neurotransmitter.
2.      Faktor Psikososial
Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter yang semakin lama semakin kuat, adanya trauma yang bersifat kejiwaan, adanya hubungan orang tua-anak yang patogenik, serta interaksi yang patogenik, serta interaksi yang patogenik dalam keluarga.
3.        Teori psikodinamika
Menurut para ahli psikodinamika terdahulu skizofrenia adalah hasil dari begitu berlimpahnya pengalaman negative pada masaawal anak-anak, antara seorang anak dengan pemberi kasih sayang yang utam (biasanya ibu). Adapun yang mempengaruhi faktor-faktor tersebut adalah pola-pola komunikasi, tampilan emosi, perubahan sosial dan kelahiran urban, stress dan kekambuhan, perspektif keprilakuan dan kognitif, dan perspektif lintas budaya.
4.        Faktor kesalahan belajar
Yang dimaksud kesalahan belajar ini adalah tidak tepat mempelajari yang benar atau dengan tepat mempelajari yang tidak benar. Dalam hal ini penderita mempelajari dengan baik perilaku orang-orang skizofrenia atau mempelajari perilaku yang baik dengan cara yang tidak baik.
5.        Faktor Peranan Sosial
Yaitu tidak adanya pegangan mengenai siapa orang disekitarnya yang dapat atau patut dijadikan panutan. Ia mengikuti kebiasaan dua orang yang bertentangan sehingga menimbulkan stress kehidupan yang obsesif dan dekompensasi.

6.         Gangguan Kepribadian
Gangguan kepribadian (personality disorder) adalah gangguan-gangguan dalam perilaku yang memberikan dampak atau dinilai negatif oleh masyarakat. Pemahaman ini bersumber pada masalah perkembangan yaitu bahwa manusia berkembang dari sejak lahir dalam suatu proses dimana terjadi interaksi antara dirinya dengan lingkungannya sendiri. Personality disorder pada umumnya ditandai oleh masalah-masalah dimana individu secara tipikal (khas) mengalami paling sedikit kesukaran dalam melaksanakan kehidupan dengan orang lain sebagaimana yang ia kehendaki.
Di masa lalu, gangguan-gangguan semacam ini dianggap sebagai pusat dari kharakteristik kepribadian yang menyangkut temperamen atau sifat-sifat hereditas (keturunan) atau dipengaruhi oleh ciri-ciri konstitusional. Definisi personality disorder dalam DSM-III berbunyi :
“Sifat-sifat dalam kepribadian yang merupakan pola-pola yang berkelanjutan dalam hal mempersepsi, berelasi, atau berfikir mengenai lingkungan dan dirinya sendiri sehingga ditampilkan dalam rentang yang luas mengenai konteks-konteks pribadi dan sosial yang penting. “
Personality disorder merupakan pola yang telah lama menetap yang menyangkut perilaku, pikiran, dan perasaan yang sangat maladatif bagi individu maupun orang sekitarnya. Personality disorder sudah ada sejak masa remaja atau dewasa awal hingga masuk masa dewasa. Personality disorder merupakan suatu keadaan yang  sangat kontroversial dalam dunia psikologi klinis modern karena menyangkut masalah-masalah norma dan nilai yang berkembang atau berubah-ubah. 
            Jenis-jenis personality disorder yang utama meliputi:
1.      Paranoid Personality Disorder
Paranoid personality disorder atau gangguan kepribadian paranoid ditandai dengan perasaan curiga yang pervasif. Ia meninterpretasikan perilaku orang lain sebagai hal yang mengancam atau merendahkan. Mereka juga cenderung menyalahkan orang lain atas segala hal yang menimpanya.
2.      Schizoid Personality Disorder
Schizoid personality disorder atau gangguan kepribadian skizoid adalah gangguan dimana seseorang sulit dalam membina hubungan dengan orang lain. Ciri utama dari gangguan ini adalah isolasi sosial. Seringkali digambarkan sebagai penyendiri atau eksentrik. Pola kepribadian skizoid umumnya dapat dikenali pada masa awal dewasa.
3.      Schizotypal Personality Disorder
Schizotypal personality disorder atau gangguan kepribadian skizotipal umumnya menjadi jelas pada masa awal dewasa. Penderita gangguan ini mengalami masalah serius dengan orang lain dan menunjukkan sikap yang eksentrik dan ganjil. Ia mudah berilusi dan mungikutsertakan pikiran-pikiran gaib, percaya bahwa ia memiliki kontak dengan dunia supernatural. Gangguan ini merupakan bentuk ringan dari skizofrenia.
4.      Borderline Personality Disorder
Borderline Personality Disorder atau gangguan personality ambang. Pengidap gangguan ini menunjukan ketidaksetabilan mood, self-image dan hubungan dengan orang lain secara ekstrem, serta kurangnya kontrol atas impuls. Orang dengan gangguan ambang cenderung tidak yakin akan identitas perilaku mereka,nilai,tujuan,karir, bahkan orientasi seksual mereka.
5.      Narcissistic Personality Disorder
Orang dengan nacissistic personality disorder atau gangguan kepribadian narsistik memiliki rasa bangga atau keyakinan berlebihan terhadap diri sendiri. Dan dalam hubungan pribadinya dia menjadi pusat segalanya dan egois. Orang tersebut  kehilangan empati terhadap orang lain dan sering menggunakan orang lain untuk mencapai tujuan pribadinya. Mereka sering menghayalkan kesuksesan masa lalu dan masa depannya.
6.      Histrionic Personality Disorder
Orang dengan Histrionic personality disorder atau gangguan keperibadian histrionik  memiliki emosi yang berlebihan dan kebutuhan yang besar untuk menjadi pusat perhatian. Histrio berasal dari bahasa Latin yang berarti aktor. Orang dengan gangguan keperibadian ini cenderung dramatis dan emosional, namun emosi mereka tampak dangkal, dibesar-besarkan, dan mudah berubah. Contohnya: mereka akan sangat kecewa ketika kita membatalkan rencana dengan mereka, mereka akan sangat marah saat seseorang tidak menyadari gaya rambut mereka, dan lain sebagainya.
7.      Avoidant Personality Disorder 
Orang dengan Avoidant personality Disorder atau gangguan keperibadian menghindar sangat ketakutan akan penolakan dan kritik sehingga mereka pada umumnya tidak ingin memasuki hubungan tanpa adanya kepastian akan penerimaan terhadap dirinya. Sebagai akibatnya mereka hanya memiliki sedikit teman dekat. Mereka juga cenderung menghindari pekerjaan kelompok atau aktivitas rekreasi,.  lebih suka makan sendiri di meja sendiri, menghindari piknik atau pesta, kecuali bila mereka yakin akan diterima. Orang pengidap gangguan keperibadian menghindar ini hampir sama dengan orang pengidap gangguan skizoid, mereka sama-sama menarik diri secara sosial, namun pada pengidap gangguan keperibadian menghindar ini mereka masih memiliki minat dan perasaan akan kehangatan terhadap orang lain. Tapi, ketakutan akan penolaka menghalangi mereka untuk memenuhi kebutuhan mereka akan afeksi dan penerimaan.
8.      Dependent Personality Disorder
Orang dengan Dependent personality disorder atau gangguan keperibadian dependen memiliki kebutuhan yang berlebihan untuk diasuh oleh orang lain. Hal ini menyebabkan mereka menjadi sangat patuh dan melekat dalam hubungan mereka serta sangat takut akan perpisahan. Mereka merasa sangat sulit melakukan segala sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain. Mereka selalu mencari saran dalam membuat keputusan yang paling kecil sekalipun. Anak-anak atau remaja dengan masalah ini akan mencari orang tua mereka untuk memilihkan pakaian, makanan, sekolah atau kampus, bahkan untuk memilih teman-teman mereka sekali pun.
9.      Obsessive-Compulsive Personality Disorder
Ciri dari Obsesesive-Compulsive Personality Disorder atau gangguan keperibadian obsesif-kompulsif meliputi derajat keteraturan yang berlebihan, kesempurnaan, kekakuan, kesulitan melakukan coping dengan ketidakpastian, kesulitan mengekspresikan perasaan, dan mendetail dalam kebiasaan kerja. Gangguan ini dua kali lebih umum ditemui pada laki-laki dari pada perempuan.
10.  Antisocial Personality Disorder
Orang dengan gangguan ini secara persisten melakukan pelanggaran terhadap hak-hak orang lain dan sering melanggar hukum. Mereka mengabaikan norma dan konvensi sosial, impulsif, serta gagal membina komitmen interpersonal dan pekerjaan. Akan tetapi, mereka sering menunjukkan karisma penampilan luar mereka, dan paling tidak mereka memiliki intelegensi rata-rata. Ciri yang paling menonjol adalah tingkat kecemasan yang rendah ketika berhadapan dengan situasi yang mengancam dan kurangnya rasa bersalah atau penyesalan atas kesalahan yang mereka lakukan.

6.1              Penanganan
                Terlepas dari sulitnya bekerja secara tarapeutik bersama individu dalam gangguan kepribadian, hasil yang menjanjikan muncul berdasar pendekatan psikodinamika dan kognitif-behavioral.
Ø  Terapi obat: obat antidepresan atau antikecemasan dapat digunakan untuk mengendalikan simtom namun tidak dapat mengubah pola perilaku yang mendasarinya.
Ø  Terapi kognitif-behavioral: untuk mendorong tingkah laku yang lebih adaptif, untuk mengembangkan keterampilan sosial yang lebih efektif dan untuk menggantikan cara berpikir yang salah dengan alternative rasional.
Ø  Terapi psikodinamika: untuk membantu seseorang memahami akar masa kanak-kanak dari masalah mereka dan belajar cara yang lebih efektif dalam berhubungan dengan orang lain.




Daftar Pustaka
Sternberg, Robert J. 2001. Psychology In Search Of The Human Mind. Orlando: Harcout College Publisher
Sdorow, Lester M. 1995. Psychology. Madison, Wisconsing: Brown&Benchmark Publisher
Jeffrey S. Nevid, Spencer A. Rathus, Beverly Greene. 2005. Psikologi Abnormal. Jakarta: Penerbit Erlangga